Sebagian dari kita merasa bingung dan terkaget-kaget pada perkembangan teknologi itu. Namun, sebagian lagi merasa tertantang oleh arus masuk teknologi modern dalam ranah kehidupan kita sehari-hari. Sebagai pengguna, adakalanya sebagian dari kita gagap dan bingung menghadapi perkembangan teknologi yang berlangsung cepat ini.
Contohnya, ketika sejumlah menteri pada Kabinet Indonesia Bersatu dilengkapi dengan alat kerja canggih untuk dapat mengirim dan menerima surat elektronik melalui sebuah gadget, sebagian di antara mereka ada yang gagap teknologi atau gaptek.
Kalau di antara penentu kebijakan masih ada yang lack of technology (kurang paham teknologi), sangat bisa dimaklumi kalau masyarakat pada umumnya juga kesulitan untuk dapat menerima teknologi baru. Bagi sebagian orang, cara berkomunikasi seolah dianggap baru sempurna kalau dilakukan secara lisan dengan bertatap muka secara langsung.
Demikian pula dalam cara kita bekerja, adakalanya pergi ke kantor merupakan suatu keharusan. Padahal, di era serba cepat seperti sekarang, pekerjaan selayaknya berorientasi pada memaksimalkan output (hasil).
Untuk pekerjaan tertentu, tidak mutlak lagi harus dikerjakan di kantor, tetapi bisa juga dikerjakan di rumah. Oleh karena itu, akhir-akhir ini kita sering mendengar istilah small office home office (SOHO).
Di era serba teknologi seperti sekarang, cara berkomunikasi dan melakukan transaksi bisnis yang efektif tidak selalu harus melalui cara bertatap muka meskipun hal itu bisa menimbulkan gugatan dari aspek budaya.
Seperti kita ketahui, pada tahun 1990-an, transaksi perbankan masih dilakukan secara konvensional, di mana nasabah yang hendak mentransfer uang masih harus mendatangi kantor bank dan bertemu langsung dengan customer service. Kalau banyak yang akan melakukan transaksi, para nasabah harus bersabar untuk antre. Kondisi ini tentu saja sangat menyita waktu dan sering menjengkelkan.
Namun, kini, transaksi perbankan sudah bisa dilakukan dalam waktu cepat melalui internet banking. Melalui sentuhan tangan di keyboard komputer yang terhubung ke jaringan internet atau melalui smartphone, sekarang nasabah sudah bisa melakukan transaksi perbankan dari mana dan kapan saja. Perkembangan teknologi informasi mampu mengatasi dimensi waktu, ruang, dan jarak.
Jaringan komunikasi yang berkembang demikian pesat telah banyak membantu umat manusia dan sejumlah perusahaan di jagat raya ini untuk saling berinteraksi dan melakukan transaksi bisnis satu sama lain.
Proses pengiriman berita dari atas pesawat kepresidenan yang sedang mengisi bahan bakar di Bandara Hongkong bisa dilakukan penulis dalam waktu relatif singkat melalui sebuah gadget, ketika mengikuti rombongan Presiden Abdurrahman Wahid pada tahun 2001.
Perkembangan teknologi informasi telah mengubah cara pandang dan perilaku orang dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu juga bisa mengubah mekanisme kerja sebuah perusahaan. Adakalanya perkembangan teknologi informasi yang berlangsung dengan cepat bisa melampaui perkembangan perusahaan itu sendiri.
Oleh karena itu, perusahaan yang lambat dalam mengikut perkembangan teknologi bisa jadi akan tersisih dari dinamika masyarakat dan kemungkinan bisa kalah dalam persaingan usaha. Saat ini jaringan internet relatif sudah memasyarakat meskipun di Indonesia masih terbilang mahal untuk bisa memakai internet, bila dibandingkan dengan di negara maju.
Melejit bagaikan meteor
Sekarang perkembangan perangkat keras, perangkat lunak, dan telekomunikasi berlangsung demikian pesat. Melejit bagaikan meteor. Dengan demikian, kalau sebuah perusahaan tidak melek teknologi, mereka bisa sangat jauh ketinggalan. Pasalnya, life cycle suatu teknologi semakin singkat dan mudah menjadi kedaluwarsa.
Oleh karena itu, investasi di bidang teknologi informasi perlu mengutamakan dua hal penting. Pertama, dari aspek finansial harus memenuhi return on investment (ROI) yang cepat. Kedua, dari sisi teknis, investasi di bidang teknologi informasi antara lain perlu memerhatikan biaya pemeliharaan, keamanan, dan bersifat user friendly.
Jika misalnya sebuah perusahaan menggunakan pesawat telepon PABX atau memakai mesin lift yang sudah tidak diproduksi lagi oleh pabriknya atau sulit suku cadangnya, dipastikan hal itu akan membebani keuangan perusahaan dalam jangka panjang.
Oleh karena itu, perkembangan teknologi komunikasi dan informasi perlu terus diikuti agar sebuah perusahaan bisa melakukan investasi dengan cepat dan tepat agar tidak sia-sia.
Demikian pula, misalnya, jika perusahaan hendak memutuskan untuk membeli atau menyewa seperangkat server untuk mem-back up semua data perusahaan, selayaknya dipertimbangkan dengan tepat kebutuhan dan manfaatnya.
Investasi dalam bidang teknologi informasi hendaknya jangan dilihat pada nilai uang yang dikeluarkan pada saat ini, tetapi harus dilihat output dan manfaatnya dalam jangka panjang.
Setiap perusahaan memiliki kebijakan berbeda soal penggunaan teknologi informasi, tergantung pada visi dan misi serta kultur dari perusahaan tersebut. Perusahaan keluarga yang konservatif biasanya daya adaptasi terhadap perkembangan teknologi informasi tidak fleksibel seperti perusahaan modern yang dikelola oleh para pekerja profesional.
Di negara-negara maju seperti Jepang, proses produksi dari perusahaan-perusahaan manufaktur sudah memakai tenaga robot karena tenaga manusia sudah sangat mahal di Negeri Sakura itu. Sebaliknya, di negara berkembang seperti Indonesia, pemakaian robot dapat mengancam keberlangsungan tenaga manusia.
Mungkinkah pemakaian robot dapat dilakukan pada saat jumlah penduduk Indonesia berkurang? Lalu, bagaimana pula jumlah penduduk Indonesia bisa berkurang, sementara angka pertambahan penduduk sekarang rata-rata 1,6 persen per tahun?
Mereka-reka pertanyaan tersebut bisa saja dilakukan. Karena itu, jawabannya bisa berbunyi, Indonesia bisa saja nanti menggunakan tenaga robot karena kalau kondisinya terus seperti sekarang, jumlah penduduk bisa berkurang secara alamiah karena sebagian meninggal dunia akibat kelaparan dan bencana alam yang disebabkan oleh faktor manusia Indonesia sendiri.
Jawaban lain, bangsa Indonesia yang semula sebagai negara kepulauan yang besar dengan jumlah penduduk yang banyak bisa jadi akan menyusut karena masing-masing provinsi menuntut untuk menjadi negara sendiri agar bisa mengelola daerahnya secara lebih otonom dan bisa maju lebih cepat.
Jawaban di atas memang agak pesimistis dan seolah-oleh membenarkan kekhawatiran dari sebagian kalangan selama ini bahwa kemajemukan masyarakat Indonesia akan sulit dipertahankan, sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia juga terancam perpecahan karena tidak adanya figur pemimpin yang kuat dan bisa dijadikan panutan masyarakat.
Contohnya, ketika sejumlah menteri pada Kabinet Indonesia Bersatu dilengkapi dengan alat kerja canggih untuk dapat mengirim dan menerima surat elektronik melalui sebuah gadget, sebagian di antara mereka ada yang gagap teknologi atau gaptek.
Kalau di antara penentu kebijakan masih ada yang lack of technology (kurang paham teknologi), sangat bisa dimaklumi kalau masyarakat pada umumnya juga kesulitan untuk dapat menerima teknologi baru. Bagi sebagian orang, cara berkomunikasi seolah dianggap baru sempurna kalau dilakukan secara lisan dengan bertatap muka secara langsung.
Demikian pula dalam cara kita bekerja, adakalanya pergi ke kantor merupakan suatu keharusan. Padahal, di era serba cepat seperti sekarang, pekerjaan selayaknya berorientasi pada memaksimalkan output (hasil).
Untuk pekerjaan tertentu, tidak mutlak lagi harus dikerjakan di kantor, tetapi bisa juga dikerjakan di rumah. Oleh karena itu, akhir-akhir ini kita sering mendengar istilah small office home office (SOHO).
Di era serba teknologi seperti sekarang, cara berkomunikasi dan melakukan transaksi bisnis yang efektif tidak selalu harus melalui cara bertatap muka meskipun hal itu bisa menimbulkan gugatan dari aspek budaya.
Seperti kita ketahui, pada tahun 1990-an, transaksi perbankan masih dilakukan secara konvensional, di mana nasabah yang hendak mentransfer uang masih harus mendatangi kantor bank dan bertemu langsung dengan customer service. Kalau banyak yang akan melakukan transaksi, para nasabah harus bersabar untuk antre. Kondisi ini tentu saja sangat menyita waktu dan sering menjengkelkan.
Namun, kini, transaksi perbankan sudah bisa dilakukan dalam waktu cepat melalui internet banking. Melalui sentuhan tangan di keyboard komputer yang terhubung ke jaringan internet atau melalui smartphone, sekarang nasabah sudah bisa melakukan transaksi perbankan dari mana dan kapan saja. Perkembangan teknologi informasi mampu mengatasi dimensi waktu, ruang, dan jarak.
Jaringan komunikasi yang berkembang demikian pesat telah banyak membantu umat manusia dan sejumlah perusahaan di jagat raya ini untuk saling berinteraksi dan melakukan transaksi bisnis satu sama lain.
Proses pengiriman berita dari atas pesawat kepresidenan yang sedang mengisi bahan bakar di Bandara Hongkong bisa dilakukan penulis dalam waktu relatif singkat melalui sebuah gadget, ketika mengikuti rombongan Presiden Abdurrahman Wahid pada tahun 2001.
Perkembangan teknologi informasi telah mengubah cara pandang dan perilaku orang dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu juga bisa mengubah mekanisme kerja sebuah perusahaan. Adakalanya perkembangan teknologi informasi yang berlangsung dengan cepat bisa melampaui perkembangan perusahaan itu sendiri.
Oleh karena itu, perusahaan yang lambat dalam mengikut perkembangan teknologi bisa jadi akan tersisih dari dinamika masyarakat dan kemungkinan bisa kalah dalam persaingan usaha. Saat ini jaringan internet relatif sudah memasyarakat meskipun di Indonesia masih terbilang mahal untuk bisa memakai internet, bila dibandingkan dengan di negara maju.
Melejit bagaikan meteor
Sekarang perkembangan perangkat keras, perangkat lunak, dan telekomunikasi berlangsung demikian pesat. Melejit bagaikan meteor. Dengan demikian, kalau sebuah perusahaan tidak melek teknologi, mereka bisa sangat jauh ketinggalan. Pasalnya, life cycle suatu teknologi semakin singkat dan mudah menjadi kedaluwarsa.
Oleh karena itu, investasi di bidang teknologi informasi perlu mengutamakan dua hal penting. Pertama, dari aspek finansial harus memenuhi return on investment (ROI) yang cepat. Kedua, dari sisi teknis, investasi di bidang teknologi informasi antara lain perlu memerhatikan biaya pemeliharaan, keamanan, dan bersifat user friendly.
Jika misalnya sebuah perusahaan menggunakan pesawat telepon PABX atau memakai mesin lift yang sudah tidak diproduksi lagi oleh pabriknya atau sulit suku cadangnya, dipastikan hal itu akan membebani keuangan perusahaan dalam jangka panjang.
Oleh karena itu, perkembangan teknologi komunikasi dan informasi perlu terus diikuti agar sebuah perusahaan bisa melakukan investasi dengan cepat dan tepat agar tidak sia-sia.
Demikian pula, misalnya, jika perusahaan hendak memutuskan untuk membeli atau menyewa seperangkat server untuk mem-back up semua data perusahaan, selayaknya dipertimbangkan dengan tepat kebutuhan dan manfaatnya.
Investasi dalam bidang teknologi informasi hendaknya jangan dilihat pada nilai uang yang dikeluarkan pada saat ini, tetapi harus dilihat output dan manfaatnya dalam jangka panjang.
Setiap perusahaan memiliki kebijakan berbeda soal penggunaan teknologi informasi, tergantung pada visi dan misi serta kultur dari perusahaan tersebut. Perusahaan keluarga yang konservatif biasanya daya adaptasi terhadap perkembangan teknologi informasi tidak fleksibel seperti perusahaan modern yang dikelola oleh para pekerja profesional.
Di negara-negara maju seperti Jepang, proses produksi dari perusahaan-perusahaan manufaktur sudah memakai tenaga robot karena tenaga manusia sudah sangat mahal di Negeri Sakura itu. Sebaliknya, di negara berkembang seperti Indonesia, pemakaian robot dapat mengancam keberlangsungan tenaga manusia.
Mungkinkah pemakaian robot dapat dilakukan pada saat jumlah penduduk Indonesia berkurang? Lalu, bagaimana pula jumlah penduduk Indonesia bisa berkurang, sementara angka pertambahan penduduk sekarang rata-rata 1,6 persen per tahun?
Mereka-reka pertanyaan tersebut bisa saja dilakukan. Karena itu, jawabannya bisa berbunyi, Indonesia bisa saja nanti menggunakan tenaga robot karena kalau kondisinya terus seperti sekarang, jumlah penduduk bisa berkurang secara alamiah karena sebagian meninggal dunia akibat kelaparan dan bencana alam yang disebabkan oleh faktor manusia Indonesia sendiri.
Jawaban lain, bangsa Indonesia yang semula sebagai negara kepulauan yang besar dengan jumlah penduduk yang banyak bisa jadi akan menyusut karena masing-masing provinsi menuntut untuk menjadi negara sendiri agar bisa mengelola daerahnya secara lebih otonom dan bisa maju lebih cepat.
Jawaban di atas memang agak pesimistis dan seolah-oleh membenarkan kekhawatiran dari sebagian kalangan selama ini bahwa kemajemukan masyarakat Indonesia akan sulit dipertahankan, sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia juga terancam perpecahan karena tidak adanya figur pemimpin yang kuat dan bisa dijadikan panutan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar